Kebijakan tidak diperbolehkannya penjualan gas elpiji 3 kg oleh pengecer langsung berdampak menyakitkan untuk rakyat Indonesia. Masyarakat sulit untuk membeli dan mendapatkannya. stok di warung pengecer di akhir Januari sudah habis. Masyarakat kelabakan dan kemana-mana mencari adanya gas elpiji 3 kg. Masyarakat di Bogor mengantri panjang di tengah guyuran ujan untuk mendapatkannya dari agen resmi Pertamina.
Widia, salah satu ibu rumah tangga di Bandung Barat mengaku 1 hari tidak memasak karena gas elpiji 3 kg tidak ada di warung pengecer yang biasanya tempat membeli. “Gas elpiji 3 kilo sudah tidak ada. Kita ibu-ibu di kompleks pusing mau cari kemana. Sudah 1 hari belum bisa masak pake kompor, gas gak ada”. Lebih lanjut Widia membeli gas elpiji ukuran 5 kg karena terpaksa untuk masak keperluan rumah tangga dan membuat sarapan anak-anaknya sekolah. “Saya terpaksa beli yang ukuran 5 kg. Mau gimana lagi, masa’ saya gak masak untuk keluarga”.
Julhayadi Arya Puntara Ketua pemuda PUI KBB menyoroti kebijakan ini. Menurutnya Prabowo harus segera evaluasi kinerja menteri ESDM Bahlil Lahadalia. “Ini kebijakan yang kurang tepat untuk rakyat Indonesia. Ini baru sehari saja diberlakukan, masyarakat sudah kelabakan dimana-mana. Kalaupun ada, ngantrinya panjang. Apa gak kasian, masyarakat ngantrinya panjang sekali sambil hujan-hujanan hanya untuk mendapatkan 1 tabung gas. Prabowo harus segera panggil Bahlil untuk memperbaiki kegaduhan ini”. Menurutnya pemerintah sebelum menerapkan kebijakan harus dipastikan dulu tata kelolanya diperbaiki. “pemerintah sebelum menerapkan kebijakan sebaiknya tata kelola diperbaiki. Para pengecer dipastikan dulu untuk mendaftar jadi agen resmi. Ini malah sebaliknya, pengecer belum mendaftar, kebijakannya diterapkan, ya akhirnya masyarakat jadinya kelabakan, begitu pungkasnya”.