pemudapuikbb.com Parongpong-Bandung Barat. Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menerapkan 50 siswa di setiap rombongan belajar (rombel) menuai kritik dari berbagai pihak. Tanggapan dari kemendikdasmen, ormas Islam, PGRI, pemerhati pendidikan terus muncul. Sekolah swasta juga angkat bicara. Organisasi kepemudaan pun tak lupa ikut mengkritisi kebijakan KDM ini.
Julhayadi Arya Puntara, S.Pd Ketua Umum Pemuda Persatuan Ummat Islam Kabupaten Bandung Barat (Ketum Pemuda PUI KBB) menyoroti betul isu ini. Menurut kang Jul sapaan akrab beliau bahwa kebijakan KDM dengan menerapkan 50 siswa/rombel tidak efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal itu dikarenakan jumlah itu terlalu banyak. Selama ini jumlah siswa setiap rombel standar nasional maksimal 36 orang saja masih belum efektif dengan baik. Selain terlalu penuh, kelas jadi tidak kondusif, guru dalam mengendalikan kelas akan kesulitan. Siswa juga tidak nyaman dalam belajar.
“Jadi kebijakan KDM ini (50 siswa/rombel) terlalu dipaksakan. Jelas efektifitas pembelajaran sulit dicapai. Selama ini jika mengacu pada standar nasional yakni maksimal 36 siswa saja pembelajaran masih belum sempurna tercapai secara efektif. Guru akan kesulitan mengendalikan siswa. Siswa juga tidak akan nyaman. Siswa di kelas terlalu banyak, penuh dan pembelajaran nggak nyaman.”
Lebih lanjut, kang Jul menyoroti juga persebaran siswa di sekolah swasta. Menurutnya terjadi ketimpangan yang lebar antara jumlah siswa antara sekolah negeri dan swasta. Tentu saja ini kurang baik. Beliau mencontohkan di Cirebon ada yang jumlah siswanya hanya 4 orang. Tentu ini miris bagi dunia pendidikan.
“Miris ya ketika kita mengetahui ada sekolah yang siswanya hanya 4 orang atau kurang dari 10 orang. Tidak sehat ketika ketimpangan jumlah siswa antara negeri dengan swasta terlalu lebar. Periode sebelumnya yang menerapkan kebijakan sekolah negeri boleh menambah jumlah rombel saja sangat berdampak bagi swasta. Sekarang ditambah lagi diperbolehkannya setiap rombel 50 siswa. ini sangat menyakitkan bagi sekolah-sekolah swasta. Ibarat pepatah mengatakan sudah jatuh, tertimpa tangga. Kita juga tidak bisa menafikan kontribusi sekolah swasta dalam menyerap siswa dan membangun pendidikan di negeri ini. Bahkan mereka sudah membentuk sistem pendidikan sebelum Indonesia merdeka. PUI, Muhammadiyah, NU, Persis dan lembaga lainnya sudah berkecimpung di dunia pendidikan jauh sebelum bangsa ini merdeka. Kami berharap kementerian dan pemprov Jabar dapat meninjau kembali dan memberikan solusi dalam jangka pendek, pungkas kang Jul.”